Yes, I’m an emotional eater. I eat emotionally.
Dari dulu sudah menyadari namun berasa parahnya saat saya mengalami depresi. Pemicunya adalah suatu masalah yg menimpa saya, sehingga kehilangan jati diri, paranoid dan menurunnya tingkat kepercayaan diri ke titik nol. Saya menjadi pribadi yang tertutup, minderan dan secara harafiah berhenti berfungsi normal sebagai manusia. Robot manusia dalam mode auto pilot.
I hate my life, I hate what I have become and I find comfort in food.
Saya penah makan sambil menangis, makan manis manis buanyak trus dimuntahin lagi, makan pedes saat stress, sedih trus makan buanyaak (hiks) Semua kegiatan makan memakan yg penuh emosi jiwa, I’ve done that. Apakah trus stressnya jadi hilang? Nggak.. malah tambah stress. Saya sadar selama masalah/ depresi saya belum tertangani maka emotional eating habit akan terus berlanjut. Lalu? Apa yg harus dilakukan? Diet? Nope. Langsung ke akarnya. Hadapi permasalahan itu lalu atasi emotional eating habbit.
Apa sih emotional eating?
Emotional eating adalah suatu bentuk gangguan makan karena dorongan emosi, bisa senang, sedih, bosan, Stress/depresi. Dalam tingkatan lebih lanjut, jika tidak diatasi dapat berkembang menjadi gangguan pola makan yg sulit diatasi seperti bulemia, anorexia ataupun over eating (makan berlebihan).
Emotional eater akan makan untuk mengisi kebutuhan emosi atau melampiaskan suatu emosi tertentu yg dirasakannya menggunakan makanan. Makan agar merasa lebih baik, lebih nyaman, ataupun sebagai reward hadiah diri atas suatu pencapaian tertentu, bukan karena lapar yg sesungguhnya. Karena makan dari respon emosi bisa dipastikan akan berlebihan dan cenderung craving for high fat, high sugar, high calorie food (junkfood). Makanya ada istilah “comfort food”. Karena kebanyakan junk food memang tinggi gula, jadi langsung boost blood sugar, jadi energy instant. Cepat semangat dan juga cepat loyo lagi dan tak lama craving manis manis lagi.
Seorang emotional eater mungkin terlihat lemah jika dihadapkan pada makanan, namun sesungguhnya dia lemah pada emosinya sendiri. Karena emosinya tidak terkelola dan disalurkan dengan baik, jadi terbiasa menggunakan makanan untuk menentramkan emosi yg terpendam itu. Padahal apakah setelah makan dia akan merasa lebih baik? Tidak, langsung timbul penyesalan, merasa bersalah dan merasa lebih buruk dari sebelumnya kemudian kembali makan untuk menentramkan diri. Lingkaran syaiton yg berulang terus dan terus.
Lingkaran setan Emotional Eating: Stress/bosan/sedih > Makan > menyesal > tambah stress > makan lagi
Bagaimana membedakan Lapar Emosi dan Lapar Fisik (lapar sungguhan)
Lapar emosi:
- Datangnya mendadak, harus sekarang dan tidak bisa ditunda.
- ‘ngidam’ makanan yang spesifik dan fokus pada tekstur rasa dan bau makanan tertentu: seperti ingin makan pizza dgn beef topping dan keju mozzarella yg meyeyeh, kepinginn Brownies chocholate dikasih es krim rum raisin disiram saus Dulche de leche ditabur chocochip. Bakso malang pak kumis dimakan pake krupuk rorombeheun diawuri pilus dan sambel yg banyak. Ingin Seblak nan pedes pake ceker/cilok anu diujung jalan anu.
- Makan kalap dan setengah sadar.. ujug ujug habis kripik sekantong gede, cheese stick setoples, nastar seloyang, es krim setengah liter, nasi sebakul dst.
- Berasa ngga kenyang kenyang ingin lagi dan lagi. Baru berhenti setelah ‘kenyang bego’ alias kekenyangan sampai melongo semua gerakan jd slow motion. Xixixi (did that done that)
- Setelah makan merasa menyesal, merasa bersalah karena di dalam lubuk hati yg paling dalam, kita tahu kalau barusan makan yg ga bener, makan bukan karena nutrisinya dan sebenernya tidak dibutuhkan oleh tubuh.
- Lagi sedih/bête/emosi, tiba tiba ingin eskrim/coklat untuk mengkompensasi kesedihan/kebetean itu
Lapar fisik (lapar sungguhan):
- Datangnya bertahap. (agak lapar, laper.. laper bangeeet). Tidak buru buru harus dipenuhi, kecuali sudah lama ngga makan.
- Kalau lapar, semua makanan masuk ga ada rekues yg spesifik, termasuk sepiring besar pecel, sayur rebus atau kukus2an, urap pun wokeh.
- Sinyal tubuh lapar kenyang berfungsi baik, saat kenyang langsung stop. Makan sesuai kebutuhan.
- Endingnya merasa bangga krn sdh makan dgn benar dan sesuai koridor.
Kenali pemicu Emotional Eating anda:
- Happy
- Stress
- Kebiasaan masa kecil: Ingatkah dulu saat kecil jika berbuat baik diberi permen, atau supaya berhenti menangis diberi es krim. Naik kelas nilai bagus diberi reward makan makan di restoran. Hal itu suka terbawa hingga dewasa mengasosiasikan makanan = senang dan bahagia.
- Bosan/Boring: Ngemil ngemil sambil kerja atau nunggu antrian.. atau sambil nonton tv, bari ngobrol dst
- Sebagai pelarian sementara untuk menghindar dari emosi yg tidak ingin dirasakan.
Cara mengatasi Emotional Eating
Setelah pemicu dikenali, cari cara lain untuk memecahkannya selain menggunakan makanan. Kalo niat sih bikin food diary dalam sehari makan apa saja, mood nya lagi apa waktu itu dst.. tapi saya malas, jadi cukup dikenali benar-benar apakah sinyal yg diberi tubuh lapar beneran apa emosi, lalu coba menenangkan diri, ambil waktu sebentar untuk menelaah, kalau ternyata laper emosi saya cuekin/makan buah/minum air. Kalau ternyata lapar beneran, ya saya lanjut makan sepiring besar sayuran dan lauk. Ngemil ngemil karena bosan? Wah itu obatnya cari aktivitas lain penyalur bosan selain.. makan. Perdalam hobi, menulis, mewarnai, doodling, membaca, kegiatan apapun untuk mengusir bosan.
Saran untuk menghadapi stress dan depresi
- Hadapi masalah dgn berani, terima semua kenyataan yang ada dengan ikhlas, persiapkan siri akan kemungkinan terburuk dan cari solusi dgn kepala dingin.
- Sharing, cari support dari keluarga atau teman agar tidak merasa sendirian menderita di dunia ini
- Cintai dan maafkan dirimu sendiri, walau apapun yang telah terjadi dimasa lalu. Fokus ke masa depan bukan masa lalu.
- Raih kembali PD yang hilang, perlahan bangkit dan sembuh dari keterpurukan emosi.
- Cari alternatif lain untuk menyalurkan emosi tsb diluar makanan. Seperti dengerin musik/menggambar/mewarnai/olahraga/apapun yg menjadi passion-mu selama ini. Tapi saya rekomendasikan sejenis kegiatan olahraga. Karena itu cocok sekali untuk menyalurkan energi negatif dan emosi berlebih menjadi tenaga, lalu setelahnya akan terlalu lelah untuk mikir yang nggak nggak ^_^
Dalam Poin ke 3 khususnya, "Cintai dirimu sendiri" saya mengartikannya sebagai melakukan upaya untuk diri sendiri, semacam ‘me time’. Karena selama masa depresi itu, sudah hilang hasrat kepedulian terhadap diri, tak peduli akan kesehatan.
Setelah melewati tahun tahun terkelam dalam hidupku, tak sengaja saya bisa tersenyum.. saat saya mulai bersepeda lagi. Pagi subuh, bersepeda keliling rumah, jalanan Jakarta yg masih sepi. Desir angin menerpa wajah, semakin kencang laju sepeda, semakin dingin anginnya. Terasa bebas, seperti terbang, sayapun tersenyum untuk pertama kali setelah sekian lama. Tak lama kemudian saya ketagihan gowes lagi. 10 km, 24 km, 45 km, 55 km. Makin jauh makin asik, walau sesudahnya cuapeek, dan pantat sedikit pegal, namun tetap ada senyum yg menghiasi muka belel keringetan itu.
Cycling save me
It’s my way to deal with all the negative emotions, after a long ride, I’ll be positive and happy again.
Ketika hati sedang galau? Goweslah yang jauh, bersama teman lebih asik namun sendirian juga tidak masalah. Lumayan bisa menormalkan lagi emosi yang meletup letup, dan terutama tidak lari ke kebiasaan lama (emotional eating).
And you should too. Take time to do some workout.. of your choice of course. Mengapa olahraga meski capek namun menyenangkan? Karena kegiatan olahraga yang teratur membuat tubuh Anda melepaskan hormon endorphin yang membuat anda rileks. Terapi bagus untuk melepas stress yang menumpuk.
Sebagai wanita, istri ataupun ibu, berapa banyak waktu yang dicurahkan untuk keluarga? (24/7 doong) Mengurus anak, suami, masak, beberes rumah apalagi kerja pula. Mosok ya ngga bisa luangin waktu untuk diri sendiri untuk olahraga? Berolahraga berarti memberi perhatian untuk diri sendiri, merawat diri dan nantinya tumbuh kecintaan lebih pada diri sendiri. Dengan mencintai diri sendiri (alih alih ngumpetin timbangan atau males melihat pantulan diri di cermin), percaya diri pun meningkat.
Pertanyaannya adalah: Seberapa Besarkah kau mencintai dirimu sendiri dalam sehari? 2 jam sehari? 1 jam? ½ jam? 15 menit atau.. sebulan sekali?
Kenyamanan datang dari hati yang tenang, bukan dari makanan. Saya tau memang berat mengubah kebiasaan/habit bertahun tahun. Susah bukan berarti tidak bisa, sayapun masih berproses. So, be brave and face your problems and emotions. Tetap semangat, tiap hari adalah perjuangan!
Categories:
Penyakit:
Diskusi Terkini